tak pernah fasih mengenali kepergian


Mengapa kita tak pernah fasih mengenali kepergian dan selalu mengutuk kata 'selamat tinggal' berulang-ulang. Orang-orang datang dan pergi, menaruh cinta atau menaruh luka, memilih tinggal atau memilih tanggal, pergi dengan alasan-alasan yang terkadang tak bisa kau pahami.

Atau terkadang kau mengutuk dirimu sendiri, mencari-cari sebab mengapa mereka pergi, menyalahkan diri karena merasa tak pantas ditemani, dibersamai. Mengutuk keadaan, mengapa, mengapa, mengapa, pertanyaan-pertanyaan mengalir deras di kepalamu. Yang terkadang manifestasinya melahirkan luka berbentuk air mata.

Kau menangis dengan teriakan paling sunyi di muka bumi. Dengan rasa sakit yang teramat. Siapa pula yang ingin ditinggal pergi? Apalagi oleh orang-orang yang dicintai. Karena luka selepasnya bisa mengendap begitu lama, bisa bertahun-tahun lamanya.

Sebagai manusia biasa, terkadang sumpah-serapah mengalir begitu derasnya. Rentetan keluh kesah keluar tiada habisnya. Tapi, apa daya, kau tak sanggup, bukan karena tak mau, tapi karena tak bisa menahan alasan kepergian seseorang.

Memang sakit. Kita semua pernah merasakannya. Di titik patah hati kita terhadap dunia. Ada yang ditinggal sebab sudah menemukan dunianya yang baru, kecocokan yang baru di luar sana, atau ada yang ditinggalkan sebab tugas dan perjalanannya telah selesai di dunia ini.

Ditinggalkan serupa semak belukar yang masih mekar, entah di mana jalan keluar yang menenangkan. Tolong, mari sama-sama mengamini ini: bahwa tidak semua orang yang ada di hidup kita akan selalu tinggal, siapapun itu, beberapanya datang kemudian pergi, bukan tanpa sebab, mungkin tugasnya memang menjadi salah satu alasan buat pembelajaran di kehidupan.

Mengutuk diri atas kepergian orang lain adalah lorong gelap, entah seberapa panjang masuk ke dalam hingga menemui titik cahayanya. Tentu ini akan menyakiti diri kita sendiri, tak bisa dipungkiri ada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Termasuk kepergian seseorang. Tidak adil rasanya menyalahkan diri sendiri melulu, karena tidak selalu apa-apa yang terjadi adalah salahmu.

Mari sama-sama evaluasi diri, membaca semua tanda dari semesta. Mari sama-sama sembuh dan tidak terus-menerus mengutuk diri sendiri. Kita akan mencoba belajar untuk menjadi lebih baik dan meyakini bahwa kita juga pantas dibersamai. Namun jika pada akhirnya mereka memilih pergi, setelah dirasa-rasa, dipikirkan secara positif dan menurut keadaan memang bukan sepenuhnya salahmu, maka ikhlaskan.

Kamu pantas kok buat ditemani, dibersamai, oleh siapapun itu. Hanya saja, garis waktu di depan sana yang misterius tidak memungkinkan kita untuk tahu siapa saja yang pada akhirnya akan selalu tinggal. Dan selepas kita meyakininya, yang bisa kau lakukan adalah menjadi manusia paling baik dan romantis di setiap detik entah dengan siapapun itu; mereka-mereka yang sedang bersamamu kini.

Ya, meski memang, segalanya tak semudah berkata-kata.
_______________________________


Audio version

Komentar

Postingan Populer